Penjelasan lengkap mengenai penetapan waktu shalat secara syar’i
PENETAPAN WAKTU SHALAT FARDHU HARIAN
Agama Islam menetapkan parameter sederhana dan sesuai dengan situasi alam untuk menentukan waktu syar’i pelaksanaan berbagai kewajiban keagamaan, seperti penentuan awal bulan puasa berdasarkan hasil pengamatan hilal Ramadhan dan penentuan waktu pelaksanaan shalat fardhu berdasarkan posisi matahari di waktu siang dan malam.
Waktu Subuh
Untuk pertama kali sebelum terbitnya matahari, sinar matahari memantul dan menyebar setelah menyentuh lapisan diatas atmosfir bumi hingga menimbulkan cahaya putih di arah ufuk timur.
Waktu shalat Subuh ditentukan berdasarkan pengamatan cahaya putih yang terbit di arah ufuk timur di waktu pagi (fajar shadiq). Fenomena tersebut terjadi pada saat matahari masih berada beberapa derajat dibawah ufuk. Observasi dan pengamatan merupakan cara yang memungkinkan untuk meneliti dan mengetahui secara tepat kapan fenomena terbitnya fajar shadiq terjadi dan pada saat posisi matahari berapa derajat dibawah ufuk.
Pusat Kalender Badan Geofisika Universitas Tehran yang bertugas menentukan waktu-waktu syar’i menetapkan sudut 17,7 derajat dibawah ufuk sebagai standar perhitungan waktu shalat Subuh.
Terbit dan Terbenam Matahari
Sesaat sesudah permukaan atas bola matahari melewati ufuk pandang seseorang adalah waktu terbitnya matahari. Namun dikarenakan sinar matahari melewati atmosfir bumi sebelum sampai kepada orang yang memandang (pengamat) dan hal itu menyebabkan terpecahnya sinar tersebut maka matahari tampak lebih tinggi dari posisi yang sebenarnya.
Kadar terpecahnya sinar matahari dalam ufuk pandang pengamat rata-rata mencapai 34 menit busur (satu derajat terdiri dari 60 menit busur) sehingga posisi matahari yang sebenarnya adalah 34 menit lebih rendah dari ufuk pandang pengamat.
Serupa dengan peristiwa terbit, saat pusat bola matahari mencapai 50 menit di bawah ufuk pandang pengamat (34 menit terkait dengan selisih antara posisi matahari yang sebenarnya dengan posisi yang tampak bagi pemandang disebabkan fenomena terpecahnya sinar karena melewati atmosfir dan 16 menit lainnya terkait dengan sinar bola matahari itu sendiri) adalah waktu terbenamnya matahari. Garis tengah matahari mencapai sekitar 32 menit busur.
Waktu Zhuhur
Ketika pusat bola matahari dalam gerak kesehariannya mencapai batas separuh siang (nisfun nahar) dalam ufuk pandang pengamat atau ketika matahari mencapai posisi tertinggi dan bayang-bayang sesuatu mencapai ukuran yang terpendek adalah waktu shalat zhuhur.
Batas nisfun nahar dalam ufuk pandang pengamat dapat dibayangkan dengan adanya garis busur imajinatif yang membelah bola langit dari arah utara hingga selatan dan melewati atas kepala. Pusat Kalender Badan Geofisika Universitas Tehran menggunakan kriteria pertama (matahari mencapai batas nisfun nahar) dalam menghitung waktu shalat Zhuhur.
Waktu Maghrib
Beberapa saat setelah matahari terbenam, langit tetap tampak terang hingga matahari turun lebih rendah di bawah ufuk dan cahayanya menyentuh permukaan bumi sehingga bayangannya dapat disaksikan di arah yang berhadapan (ufuk timur). Bayangan yang melebar dan berwarna merah itu dalam terminologi ilmu syariat disebut dengan humrah masyriqiyah (rona merah di timur) dan dengan berlalunya waktu dan makin rendahnya posisi matahari maka bayangan tersebut makin meninggi dan melebar namun cahayanya makin melemah.
Waktu shalat Maghrib adalah ketika humrah masyriqiyah hilang dari ufuk timur dan, sesuai hasil pengamatan selama beberapa tahun lalu, parameter waktu shalat Maghrib adalah saat dimana posisi matahari mencapai 4.5 derajat di bawah ufuk.
Pertengahan Malam
Penentuan waktu pertengahan malam bergantung kepada pengertian malam secara syar’i. Sesuai pandangan sebagian ulama, pertengahan malam adalah pertengahan rentang waktu antara terbenamnya matahari hingga terbitnya fajar (waktu shalat Subuh). Dengan demikian, pengertian pertengahan malam dalam istilah syari’at tidaklah sama dengan pertengahan malam secara astronomi.
Keterangan:
a. Pada prinsipnya, waktu-waktu syar’i di satu tempat tertentu dalam 2 atau beberapa tahun adalah sama. Namun, dikarenakan panjang tahun dalam kalender syamsiyah/solar tidak identik dengan jumlah hari secara utuh maka waktu syar’i di satu tahun tertentu mungkin berbeda dengan tahun sebelum dan sesudahnya maksimal sampai satu menit.
b. Meskipun dengan bantuan alat komputer dan berbagai aplikasi seorang mukallaf dapat menghitung parameter waktu syar’i secara akurat sampai ke tingkat detik, namun dikarenakan pengaruh faktor letak geografis secara detail dan faktor kelembaban serta cuaca lokasi dalam menetapkan waktu syar’i, maka mukallaf harus memastikan bahwa ia benar-benar melaksanakan kewajiban shalat di dalam waktu meski dengan cara menunda pelaksanaannya beberapa menit setelah waktu yang tertera dalam tabel waktu shalat diatas.
Menurut pendapat Imam Sayyid Ali Khamenei, diharuskan berhati-hati dalam melaksanakan shalat Subuh dengan cara menunda pelaksanaannya 6-7 menit setelah waktu yang tertera dalam tabel waktu shalat diatas.
©lembaga falak ahlulbait indonesia