
Kondisi Hilal Rabiulakhir 1447 dan Gerhana Matahari Sebagian (tidak terlihat di Indonesia)
Kondisi Hilal Rabiulawal 1447 H
Ijtimak awal Rabiulawal terjadi pada pukul 13:06:34 WIB di tanggal 23 Agustus. Karena ijtimak terjadi sebelum matahari terbenam di wilayah Indonesia, maka pengamatan hilal awal Rabiulawal 1447 H dilakukan pada 23 Agustus 2025 dan sebagaimana telah diumumkan Dewan Syura Ahlulbait Indonesia, awal Rabiulawal 1447 H jatuh pada hari Senin, 25 Agustus 2025
Kondisi Hilal Saat Rukyat Awal Rabiulakhir 1447 H
Berdasarkan awal Rabiulawal yang jatuh pada tanggal 25 Agustus 2025, maka rukyat awal Rabiulawal dilakukan pada Senin, 22 September 2025 (29 hari setelah 25 Agustus 2025). Ijtimak terjadi pada pukul 02:54:17 WIB di tanggal 22 September, dan saat matahari terbenam di hari itu, bulan sudah berada di atas ufuk di seluruh Indonesia.
Data Hisab
Rangkuman
1. Untuk penentuan awal bulan Rabiulakhir 1447 H, konjungsi/ijtimak akan terjadi pada hari Senin, 22 September 2025 M, pukul 02.54.17 WIB. Di wilayah Indonesia pada tanggal 22 September 2025, waktu Matahari terbenam paling awal adalah pukul 17.32.60 WIB di Waris, Papua dan waktu Matahari terbenam paling akhir adalah pukul 18.34.46 WIB di Banda Aceh, Aceh.
2. Secara astronomis pelaksanaan rukyat Hilal penentu awal bulan Rabiulakhir 1447 H bagi yang menerapkan rukyat dalam penentuannya adalah setelah Matahari terbenam tanggal 22 September 2025.
3. Ketinggian Hilal mar’i di Indonesia saat Matahari terbenam pada tanggal 22 September 2025, berkisar antara 3,8⁰ di Melonguane, Sulawesi Utara hingga 5,1⁰ di Pelabuhan Ratu, Jawa Barat.
4. Elongasi toposentris di Indonesia saat Matahari terbenam pada tanggal 22 September 2025, berkisar antara 5,4⁰ di Waris, Papua sampai dengan 6,9⁰ di Banda Aceh, Aceh.
5. Umur Bulan di Indonesia saat Matahari terbenam pada tanggal 22 September 2025, berkisar antara 12 jam 37 menit di Waris, Papua hingga dengan 15 jam 40 menit di Banda Aceh, Aceh.
6. Lag di Indonesia saat Matahari terbenam pada tanggal 22 September 2025, berkisar antara 16.64 menit di Melonguane, Sulawesi Utara hingga 22.31 menit di Pelabuhan Ratu, Jawa Barat.
7. Fraksi Illuminasi Bulan di Indonesia saat Matahari terbenam pada tanggal 22 September 2025, berkisar antara 0,27% di Merauke, Papua hingga 0,42% di Sabang, Aceh.
8. Pada tanggal 22 September 2025, dari sejak Matahari terbenam hingga Bulan terbenam terdapat Merkurius yang jarak sudutnya lebih kecil dari 10° dari Bulan.
Gerhana Matahari Sebagian 22 September 2025 (tidak terlihat di Indonesia)
Terjadi gerhana Matahari saat ijtimak awal Rabiulakhir 1447 H, Gerhana ini dapat disaksikan dari Selandia Baru , ditambah sebagian kecil pesisir timur Australia , berbagai pulau di Pasifik, dan sebagian Antartika .

Posisi di Bumi yang bisa melihat gerhana matahari sebagian

Waktu gerhana Matahari Sebagian 22 September 2025
Mengapa Setiap ijtimak tidak terjadi gerhana
Setiap terjadi ijtimak (Bulan Baru), belum tentu terjadi gerhana matahari karena orbit bulan yang tidak sejajar (terjadi inklinasi orbit). Hal ini menyebabkan posisi Bulan, Bumi, dan Matahari tidak selalu berada pada satu garis lurus, sehingga Bulan tidak selalu melintas tepat di antara Bumi dan Matahari untuk menghasilkan bayangan yang dapat diamati sebagai gerhana matahari dari Bumi.

Orbit bulan miring 5.2 derajat dari bidang ekliptika
Penjelasan Lengkap:
1. Inklinasi Orbit Bulan: Orbit Bulan mengelilingi Bumi sedikit miring (sekitar 5.2 derajat) terhadap bidang orbit Bumi mengelilingi Matahari (ekliptika).
2. Keselarasan Orbit: Gerhana matahari hanya bisa terjadi ketika Bulan, Bumi, dan Matahari berada dalam satu garis lurus sempurna.
3. Tidak Selalu Sejajar: Karena kemiringan orbit, pada sebagian besar ijtimak, Bulan tidak berada pada bidang ekliptika, sehingga ia bergerak di atas atau di bawah Matahari, bukan tepat di depannya.
4. Titik Perpotongan Orbit: Gerhana hanya terjadi pada saat Bulan melintas melalui salah satu dari dua titik di mana bidang orbit Bulan memotong bidang ekliptika, yang disebut node Bulan.
5. Faktor Jarak : Selain keselarasan bidang orbit, jarak antara Bumi dan Bulan juga mempengaruhi jenis gerhana yang terjadi. Jika Bulan terlalu jauh, ia mungkin tampak terlalu kecil untuk menutupi seluruh Matahari, menghasilkan gerhana matahari cincin, bukan total.